Tweet |
Esok harinya, dengan gembira Abu Ustman mengundang Abu Amru untuk duduk di sebuah majelis yang dihadiri banyak orang . Pada kesempatan itu Abu Ustman mengatakan, “ Wahai saudara-saudaraku, aku mengharap agar Abu Amru memperoleh balasan besar, karena ia telah mewakili beberapa orang dalam ribath ( melakukan penjagaan) dan telah memberi bantuan sekian-sekian….”
Begiru Abu Ustman selesai bicara, mendadak Abu Amru berdiri di hadapan hadirin dan menyampaikan, “ Sesungguhnya harta yang saya berikan adalah harta ibu saya dan beliau tidak ridho, maka mestinya harta itu dikembalikan kepada beliau.”
Tentu saja hadirin kaget, terlebih Abu Utsman. Ia tidak menyangka Abu Amru bicara begitu. Tak ada yang bisa diperbuat oleh Abu Utsman selain memerintahkan untuk mengembalikan kantong berisi harta yang cukup banyak tersebut kepada Abu Amru. Setelah itu hadirinpun bubar .
Namun ketika malam tiba, Abu Amru mendatangi kembali Abu Utsman dan mengatakan,” Anda bisa memanfaatkan harta ini untuk keperlulan seperti kemarin, dan tidak ada yang tahu akan hal ini kecuali kita.”
Setelah menyimak kata kata Abu Amru, Abu Ustman pun menangis haru melihat upaya Abu Amru untuk menyembunyikan amalan kebaikannya, walau mungkin banyak orang telah kecewa terhadap apa yang ia lakukan sebelumnya.
Demikianlah bagaimana para ulama, meskipun keimanannya lebih baik disbanding manusia pada umumnya, mereka masih berusaha untuk menyembunyikan amalan, agar terhindar dari perbuatan riya ( pamer).
Bersedekah dengan sembunyi-sembunyi adalah amalan mulia, yang pelakunya dijanjikan pahala besar, Rasulluloh SAW bersabda,” Tujuh pihak yang diberi naungan oleh Allah, dimana pada hari iru tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.” Dari tujuh pihak tersebut, Rasululoh menyebutkan bahwa siapa saja yang bersedekan secara sembunyi-sembunyi –ibarat tangan kiri tak mengetahui apa yang dilakukan tangan kanan- maka ia termasuk salah satu di dalamnya. Begitulah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Menyembunyikan amalan merupakan salah satu cara untuk menutup pintu riya. Dengan demikian, jika amalan kebaikan tidak ada yang menyaksikannya, maka pikiran yang menginginkan agar ada yang melihatnya dan memujinya akan sirna, sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitabnya AL-Ihya.
Sumber : Suara Hidayatulloh
No comments:
Post a Comment