Pages

PTK Bahasa Indonesia



PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PANTUN
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
DALAM PEMBELAJARAN BERPIDATO
(Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas IX C  SMPN 2 Cipeundeuy
 Kabupaten Bandung Barat Tahun Pelajaran 2012/2013)



A.      PENDAHULUAN
Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi yang mampu menyatukan bangsa Indonesia yang beraneka ragam suku bangsa. Dengan menggunakan bahasa Indonesialah penduduk Indonesia yang berbeda adat dan budayanya mampu berkomunikasi, sehingga bahasa Indonesia akhirnya dipelajari di sekolah dan menjadi salah satu pelajaran terpenting dari sekian banyak pelajaran yang diberikan.
Pada pelaksanaannya, di dalam kelas Bahasa Indonesia diajarkan dalam dua aspek, yaitu kebahasaan dan kesusasteraan. Pada tataran kebahasaan guru lebih banyak yang mampu jika dibandingkan dengan kesusasteraan, sehingga dengan dasar ketidakmampuan itulah akhirnya guru merasa lebih sering bermasalah dalam mengajarkan sastra daripada kebahasaan. Padahal jika ditekuni dengan ikhlas, lambat laun ketidakmampuan tersebut apabila ulet menggelutinya akan berubah menjadi mampu.
1. Latar Belakang Masalah
Hasil belajar merupakan hal yang penting dalam pembelajaraan, baik itu hasil yang dapat diukur secara langsung dengan angka maupun hasil belajar yang dapat dilihat pada penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu  ciri ketidakberhasilan pembelajaran ditandai oleh siswa yang cenderung hanya menghafal tetapi tidak memahami esensi makna materi, bahkan tidak mengetahui aplikasi tentang materi pembelajaran yang telah diperolehnya ke dalam dunia nyata. Namun biasanya yang lebih mudah dikenali adalah perolehan nilai siswa pada tes formatif.
Banyak faktor penyebab ketidakberhasilan sebuah pembelajaran. Mungkin saja siswa yang kurang motivasi belajarnya, atau guru yang tidak mampu menciptakan pembelajaran yang memfasilitasi belajar siswa sehingga memiliki motivasi belajar yang tinggi atau mungkin saja karena sarana yang dimiliki tidak memadai. Namun semua faktor tersebut sebenarnya akan mampu diatasi bila guru lebih kreatif. Guru memiliki tanggung jawab yang cukup berat seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 pasal 19 ayat 1 tentang standar nasional pendidikan (SNP).
“Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Melalui pengamatan di lapangan, materi semudah apa pun akan tidak bermakna bagi siswa jika tidak disampaikan dengan menggunakan model atau metode yang tidak tepat. Dalam hal ini mengandung makna tersirat bahwa sebuah pembelajaran akan berhasil jika guru dapat menyiasati semua hal yang menyangkut pembelajaran karena seperti kata pepatah, bahasa ituala bisa karena biasa. Hal itu mengandung makna bahwa sesulit apapun akan bisa dikuasai jika terus menerus dilatih. Bukankan bahasa itu adalah keterampilan?
Bahasa memiliki empat keterampilan, yaitu membaca, menyimak, berbicara, dan menulis. Semuanya memiliki kesulitan tersendiri bagi orang-orang tertentu. Oleh karena itu guru hendaknya teliti pada saat pembelajaran berlangsung karena mungkin saja terdapat siswa yang kesulitan mengikuti pembelajaran, walaupun menurut guru itu merupakan materi yang mudah. Namun untuk pembelajaran di kelas IX, menurut pengakuan siswa melalui tanya jawab antara guru Bahasa Indonesia dan siswa kelas IX, dari keeempat keterampilan berbahasa itu mereka sangat kesulitan dalam berpidato. Sebagai bukti, dari 42 orang siswa kelas IX C SMPN 2 Cipeundeuy tahun 2012/2013, yang merasa kesulitan berpidato ada 36 siswa. Bahkan dua orang yang tidak kesulitan pun merasa bahwa untuk tampil berpidato mereka masih demam panggung.
Sebenarnya kesulitan ini tidak hanya dirasakan oleh siswa saja, guru pun merasakan hal yang sama. Bahkan tidak kurang guru Bahasa Indonesia merasa tidak mampu untuk berbicara di depan umum apabila tanpa persiapan terlebih dahulu. Berpidato sering menjadi hantu yang menakutkan.
Berpidato sebenarnya tidak terlalu sulit untuk ditampilkan, asalkan saja siswa memiliki rasa percaya diri yng tinggi karena menampilkan pidatonya tidak dengan teknik serta merta, melainkan dengan menghafalkan naskah pidato yang mereka buat sendiri. Namun yang mungkin menjadi masalah besarnya itu aadalah tampil di depan teman-temannya yang sesekali akan bersorak jika menemukan hal-hal yang janggal pada pidato temannya. Tentu saja hal ini akan menyebabkan siswa semakin grogi sehingga apa yang dia hafalkan pun mendadak hilang dari ingatannya.
Mengingat hal tersebut, penulis berpikir bahwa selain model pembelajaran, teknik penilaiannya pun harus benar-benar sesuai. Dalam hal ini penulis berpikir untuk menerapkan teknik penilaian Tayang Shooting mandiri sehingga siswa tidak akan merasakan demam panggung karena mereka tampil tidak di depan temannya, tetapi mereka merekam tampilan sendiri yang kemudian filmnya diberikan ke guru. Melalui teknik seperti itu diharapkan siswa tidak demam panggung hingga memperoleh nilai baik. Bukankah keberhasilan sebuah pembelajaran itu dapat terlihat dari perolehan nilai siswa?
Beberapa hal yang peneliti temukan tadi, menjadikan penulis berpikir untuk menerapkan model pembelajaran yang kira-kira cocok bila digunakan untuk menyelesaikan problematika pembelajaran berpidato. Akhirnya peneliti mengingat sebuah pelatihan  Smart Teaching yang pernah diikuti di hotel Endah Parahyangan Cimahi pada tahun 2010 yang diselenggarakan oleh PT Saga Paripurna yang bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bandung Barat.
Pada pelatihan itu tim penyaji menjelaskan sebuah model pembelajaran Pikat Alami Namai Tunjukkan Ulangi Namai (PANTUN) yang digunakan pada pembelajaran IPA. Namun peneliti berpikir bahwa model pembelajaran PANTUN ini pun dapat diterapkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Sekaitan dengan itu peneliti akhirnya mencoba menerapkan model pembelajaran PANTUN untuk memecahkan problematika pembelajaran berpidato selama ini. 
Model pembelajaran PANTUN ini tampaknya merupakan pengalihan nama dari sebuah model pembelajaran kuantum (Quantum Teaching) yang dirancang oleh Bobbi dePorter (Rusman: 20120). Bobbi membuat kerangka perancangan pembelajaran kuantum dengan nama TANDUR (Tumbuhkan Alami Namai Demonstrasikan Ulangi Rayakan). Tumbuhkan yang dimaksud Bobbi adalah pikat dalam pembelajaran PANTUN, sementara itu Demonstrasikan yang dimaksud oleh Bobbi adalah Tunjukkan dalam PANTUN, dan Rayakan yang dimaksud Bobbi adalah Nikmati dalam PANTUN.
Setelah melakukan kajian seperti yang sudah dipaparkan, maka penulis akan mencoba menerapkan model pembelajaran PANTUN  dalam pembelajaran menulis naskah drama untuk dijadikan penelitian tindakan kelas yang berjudul “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PANTUN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IX C SMPN 2 CIPEUNDEUY  DALAM BERPIDATO”.
 
2.  Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang masalah, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
a.         Bagaimanakah hasil belajar siswa kelas IX SMPN 2 Cipeundeuy tahun 2012/2013 dalam pembelajaran berpidato dengan menggunakan model pembelajaran PANTUN?
b.        Bagaimanakah aktivitas siswa kelas IX SMPN 2 Cipeundeuy tahun 2012/2013 dalam pembelajaran berpidato dengan menggunakan model pembelajaran PANTUN?
3. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menerapkan model pembelajaran PANTUN untuk meningkatkan hasil belajar siswa  kelas IX SMPN 2 Cipeundeuy tahun 2012/2013 dalam berpidato. Hal itu berarti bahwa tujuan yang dingin dicapai melalui penelitian ini adalah menganalisis dan menjelaskan beberapa hal berikut:
a.         Memperoleh data empirik tentang hasil belajar siswa kelas IX SMPN 2 Cipeundeuy tahun 2012/2013 dalam pembelajaran berpidato dengan menggunakan model pembelajaran PANTUN.
b.        Memperoleh gambaran tentang aktivitas belajar siswa kelas IX SMPN 2 Cipeundeuy tahun 2012/2013 dalam pembelajaran berpidato dengan menggunakan model pembelajaran PANTUN.
4.  Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya model pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pembelajaran berpidato karena model pembelajaran PANTUN  belum banyak digunakan oleh para guru, baik itu guru Bahasa Indonesia maupun guru mata pelajaran lain.
Penelitian ini juga diharapkan dapat memotivasi peneliti ataupun guru lainnya untuk dapat menerapkannya pada pembelajaran lain. Paling tidak ketika telah diterapkan akan tampak cocok atau tidaknya model pembelajaran PANTUN digunakan pada materi yang lain. Bahkan mungkin saja penelitin ini memberikan inspirasi bagi pembaca untuk mengemas sebuah model pembelajaran baru untuk materi berpidato.
Lebih sepesifik lagi, penelitian ini diharapkan dapat membuat siswa yang kurang pandai menjadi lebih termotivasi dalam belajar Bahasa Indonesia, khususnya pada pembelajaran berpidato yang seringkali ditakuti oleh siswa karena merasa tidak berbakat. Bahkan diharapkan mampu menantang siswa pandai untuk lebih inovatif dalam belajar apa pun.
5.  Hipotesis
Berdasarkan beberapa rumusan masalah yang telah dikemukakan, peneliti menentukan sebuah hipotesis untuk penelitian yang akan dilaksanakan, yaitu: "Terdapat peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa kelas IX SMPN 2 Cipeundeuy tahun 2012/2013 dalam pembelajaran berpidato dengan melaksanakan pembelajaran PANTUN.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1.        Ikhwal Pidato
a.        Pengertian Pidato
Pidato adalah suatu ungkapan tersusun yang dilakukan dengan tujuan tertentu kepada orang lain yang biasanya terjadi di depan umum. Dalam hal ini berarti pidato harus dilakukan dengan berencana, terutama jika audiens merupakan orang-orang terpelajar. Oleh karena itu jika ingin berpidato dengan baik hendaknya disusun kerangka pidatonya terlebih dahulu untuk meminimalisir kesalahan dalam mengungkapkannya, sehingga mampu memberikan kesan yang positif bagi pendengarnya.
b.         Jenis-Jenis Pidato
Berdasarkan sifat dari isi pidato, pidato dibedakan menjadi empat, yaitu pidato pembukaan yang berupa pidato singkat yang dibawakan oleh pembawa acara atau MC; pidato pengarahan untuk sebuah pertemuan; pidato sambutan yang merupakan pidato untuk sebuah acara tertetu yang biasanya dilakukan secara bergantian; pidato peresmian sebuah tempat yang biasanya diiringi dengan gunting pita; pidato laporan; serta pidato pertanggungjawaban.
c.         Tujuan Pidato
Pidato  dilakukan dengan memiliki beberapa tujuan berikut; mempengaruhi orang lain agar memenuhi keinginan; memberi sebuah pemahaman atau informasi kepada orang lain, serta dapat membuat orang lainnya senang dengan berpidato yang disampaikan.
d.        Teknik Pidato
Teknik dalam membawakan pidato terdapat empat macam, yaitu: teknik serta merta atau sering disebut dengan impromtu; teknik membaca poin penting atau disebut juga extemporan; teknik menghafal naskah (memoriter); serta teknik membaca naskah (manuskrip) scara utuh. Keempat teknik menampilkan pidato itu tetap saja dianggap sulit oleh orang-orang yang tidak percaya diri. Hal inilah yang menjadi masalah dalam penelitian ini karena dengan teknik yang mudah sekalipun tetap saja masih belum percaya diri karena tetap ada etika tersendiri dalam penyajian pidato itu.
Teknik penyampaian pidato yang baik yaitu:
1)        Menggunakan bahasa yang mudah dipahami;
2)        Menggunakan ilustrasi yang akan mempermudah pendengar dalam memahami isipidato;
3)        Memberikan penekanan dengan gaya bahasa tersendiri;
4)        Mengorganisir materi hingga sistematis;
5)        Menghindari kata-kata yang meragukan dan berlebihan;
6)        Berikan ikhtisar berupa butir-butir penting;
7)        Gunakan variasi suara dalam penekanan terhadap hal penting;
8)        Kejelasan intonasi, nada, lafal, volume, kecepatan bicara dan sikap yang tepat;
9)        Mengajukan pertanyaan untuk menguji pemahaman pendengar;
10)    Menggunakan bahasa tubuh yang mendukung hingga lebih komunikatif.

e.         Sistematika Berpidato
Menurut Arsjad dan Mukti (1988:55) secara garis besar sistematika berpidato sebagai berikut.
1)    mengucapkan salam pembuka dan menyapa hadirin;
2)  menyampaikan pendahuluan yang biasanya dilahirkan dalam bentuk ucapan terima kasih atau ungkapan kegembiraan atau rasa syukur;
3)  menyampaikan isi pidato, yang diucapkan dengan jelas dengan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dan dengan gaya bahasa yang menarik;
4)    menyampaikan kesimpulan dari isi pidato, supaya mudah diingat oleh pendengar;
5) menyampaikan harapan yang berisi anjuran atau ajakan kepada pendengar untuk melaksanakan isi pidato;
6)    menyampaikan salam penutup.



f.     Penilaian Kemampuan Berpidato
Keberhasilan berpidato seseorang, di samping ditentukan oleh penguasaan materi, keberanian, dan kegairahan, juga ditentukan oleh faktor lain, terutama pada saat mereka tampil. Faktor-faktor tersebut dapat digolongkan ke dalam dua macam, yaitu faktor kebahasaan dan nonkebahasaan.
1) Faktor Kebahasaan
Faktor kebahasaan adalah aspek-aspek yang berkaitan dengan masalah tata bahasa yang seharusnya dipenuhi pada waktu seseorang menjadi pembicara. Faktor-faktor ini berupa diksi, struktur, pelafalan, dan intonasi.
2) Faktor Nonkebahasaan
Faktor nonkebahasaan ialah masalah-masalah yang menentukan keberhasilan seseorang dalam berbicara yang tidak berkaitan dengan masalah kebahasaan. Faktor-faktor tersebut yaitu: penguasaan bahan, volume suara, gerak-gerik dan mimik,
g.        Persiapan Pidato
Sebelum berpidato sebaiknya buatlah persiapan berikut ini. 1) Carilah informasi tentang wawasan pendengar pada umumnya, sebab ini akan memudahkan kita untuk memilih diksi yang tepat 2) memastikan durasi waktu yang diberikan. Hal ini harus diperhatikan dan jangan sampai pendengar kecewa karena kita mengurangi atau melebihkan waktu dari yang seharusnya dilakukan 3) mengetahui jenis pidato dan tema acara 4) menyiapkan bahan dan perlengkapan yang dibutuhkan
2.        Ikhwal  Model Pembelajaran
a.        Pengertian Model Pembelajaran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1991:662) dijelaskan bahwa model mengandung makna pola (contoh, acuan, atau ragam).
Sementara pembelajaran menurut Rusman (2012:3) adalah proses interaksi antara peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingungan belajar, yang artinya bahwa proesenya harus direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksanasecara efektif dan efisien. Namun menurut Gagne, Briggs, dan Wager dalam Rusmono (2012:6) pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Proses yang dimaksud adalah sebuas proses yang kompleks seperti yang diungkapkan oleh Kemp dalam Rusmono (2012:6) bahwa pembelajaran merupakan proses yang kompleks, yang terdiri atas fungsi dan bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain serta diselenggarakan secara logis untuk mencapai keberhasilan belajar. Pembelajaran  juga diartikan sebagai suatu usaha yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar dan terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain. Miarso dalam Rusmono (2012:6).
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas (Arif, 2012). Hal itu mengandung arti bahwa di dalam model pembelajaran terdapat peserta didik, guru, dan gaya guru dalam mengajar.
Menelaah beberapa pengertian tersebut, penneliti beranggapan akan lebih praktis jika model pembelajaran dimaknai sebuah pola kegiatan yang bersifat kompleks dan logis, dirancang dengan sengaja untuk memungkinkan terjadinya proses belajar sehingga mencapai sebuah keberhasilan.

b.        Ciri-ciri Model Pembelajaran
Rusman (2012:136) mengungkapkan bahwa model pembelajaran harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1.        Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
2.        Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu.
3.        Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas.
4.        Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkah-langkah pembelajaran; (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3) sistem sosial; dan (4) sistem pendukung.
5.        Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran, baik itu berupa hasil belajar yang dapat diukur (dampak pembelajaran) maupun hasil belajar  jangka panjang (dampak pengiring).
6.        Membuat persiapan mengajar (desain instruksional).

c.         Model Pembelajaran PANTUN
PANTUN dapat dikatakan sebagai sebuah model pembelajaran karena beberapa ciri model pembelajaran seperti yang diungkapkan Rusman (2012:136) dimiliki oleh PANTUN, yaitu:
1.        Berdasarkan teori pembelajaran Quantum Teaching dari Bobbi dePorter dengan kerangka pembelajaran kuantum yang kemudian dinamakan TANDUR (Tumbuhkan Alami Namai Demonstrasikan Rayakan).
2.        Mempunyai misi atau tujuan pendidikan agar  mampu berpikir hierarkis.
3.        Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas sebagai pengganti model yang dianggap tidak cocok untuk materi tertentu.
4.        Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan urutan langkah-langkah pembelajaran, yaitu Pikat, Alami, Namai, Tunjukkan, Ulangi, dan Nikmati.
5.        Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran, baik itu berupa hasil belajar yang dapat diukur (dampak pembelajaran) yang dapat dilakukan pada tahap ulangi maupun hasil belajar  jangka panjang (dampak pengiring) berupa kemampuan siswa dalam menciptakan pantun untuk keperluan mereka di masyarakat.
6.        Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) yang disesuaikan langkah-langkahnya seperti pada 6 tahapan tersebut.
Oleh karena pertimbangan tersebutlah maka peneliti memaknai model pembelajaran PANTUN sebagai model pembelajaran dengan menggunakan tahapan kegiatan yang hierarkis berupa pikat, Alami, Namai, Tunjukkan, Ulangi, dan Nikmati.
Tahap pertama pada model pembelajaran PANTUN adalah Pikat. Pada tahap ini siswa diberikan sebuah prapemaparan yang akan mampu membuat siswa terkondisikan sehingga hatinya tertambat pada pembelajaran. Pada tahap ini pula siswa diajak mempersiapkan pembelajaran dengan menentukan tujuan pembelajaran sebagai kebutuhannya.
Tahap kedua pada PANTUN yaitu Alami. Pada tahap ini siswa diharapkan memperoleh pengalaman dari apa yang sedang dipelajari sehingga siswa dapat merasakan makna pembelajaran itu. Apabila peribahasa rnengatakan pengalaman adalah guru yang paling baik, kiranya ini yang menjadi tujuan dari tahap Alami.
Tahap yang ketiga adalah Namai. Pada tahap ini siswa diajak berpikir untuk menemukan teori. Oleh karena itu membutuhkan kemampuan rnurni dari pihak pembelajar untuk membuat kesan intelektual pada pembelajaran.
Tahap yang keernpat yaitu Tunjukkan. Pada tahap ini siswa harus dapat memperlihatkan perolehannya dalarn pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan presentasi, demontrasi, diskusi, tanya jawab, atau pengajaran ternan sebaya.
Tahap kelima yaitu Ulangi. Pada tahap ini siswa mencoba untuk mengulangi perolehannya tadi dengan menggunakan cara yang berbeda dengan tahap sebelumnya. Pada tahap ini perolehan siswa yang ditunjukkan pada tahap pemrosesan, dilakukan pengulangan dalam bentuk yang berbeda. Misalnya dengan tes lisan, tes tulisan lain-lain.
Tahap terakhir pada model pembelajaran PANTUN yaitu Nikmati. Pada tahap ini siswa mengakhiri pembelajaran dengan melakukan sesuatu yang menyenangkan. Pada tahap ini pun siswa dapatmerayakan keberhasilannya dalam pembelajaran. Siswa yang menonjol  belum berhasil memberikan pujian kepada temannya yang sudah berhasil.
3.        Teknik Penilaian
a.        Pengertian Penilaian
Menurut Permendiknas nomor 20 tahun 2007, penilaian pendidikan adalah pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Informasi tersebut dapat berupa angka, deskripsi, dan verbal yang dapat diolah dengan cara dianalisis dan diinterpretasikan sehingga menjadi sebuah keputusan.
b.        Ciri Penilaian
Ciri penilaian dalam sebuah pembelajaran ada 5, yaitu: 1) belanjar tuntas sehingga nilai harus memiliki batas minimalnya, 2) otentik, artinya ada bukti tertulis 3) berkesinambungan dengan materi pelajaran sehingga siswa merasa harus belajar karena akan diilai 4) berdasarkan kriteria sehingga ada patokan bagi siswa dalam meraih nilai dan 5) menggunakan cara/teknik penilaian.
c.         Teknik Penilaian/Cara Penilaian
Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kema­juan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.
Usaha untuk mengukur atau memberikan penghargaan atas kemampuan seseorang yang benar-benar menggambarkan apa yang dikuasainya itu dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti unjuk kerja (performance), penugasan (proyek), hasil kerja (produk), tertulis (paper), portofolio, Sikap,  dan Diri (self Assesment).
Tes unjuk kerja (performance) digunakan untuk beberapa hal yang memiliki kriteria berikut: 1) dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu; 2) cocok untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik menunjukkan unjuk kerja; 3) unjuk kerja yang dapat diamati; dan 4) menggunakan instrumen daftar cek dan skala rentang.
4.        Hasil Belajar
Snelbeker dalam Rusmono (2012:8) mengungkapkan bahwa perubahan atau kemampuan baru yang diperoleh siswa setelah melakukan perbuatan belajar merupakan hasil belajar.
Menurut Arifin (1995:24) hasil belajar siswa meliputi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Aspek kognitif berupa pengetahuan dan keterampilan intelektua yang meliputi produk ilmiah dan proses ilmiah. Penguasaan ranah kognitif diukur dengan tes lsan dan tertulis meliputi pilihan ganda, uraian obyektif, uraian bebas, bentuk menjodohkan, unjuk kerja dan pengumpulan kerja siswa. Ranah kognitif pentig sekali dalam meningkatkan kemampuan siswa. Kemampuan tersebut antara lain penguasaan imu, teknologi, maupun kemampuan akademik lainnya.
Aspek afektif berkaitan dengan perasaan,emosi, sikap, derajat penerimaan atau penolakkan terhadap suatu objek. Evaluasinya dalam penilaian kecakapan hidup yang meliputi kesadaran diri, kecakapan berpikir rasional, kecakapan sosialdan kecakapan akademik. Ranah afektif diukur dengan teknik angket yang mengukur minat dan hasil belajar. Sedangkan hasil belajar siswa pada ranah afektif adalah tampak terjadiya peningkatan pada tingkah laku seperti perhatian terhadap pelajaran, motivasi belajar, kedisiplinanmaupun rasa menghormati dan menghargai.
Pada aspek psikomotor hasil belajarnya mengukur keberhasilan pada aspek keterampilan kerja dan ketelitian dalam mendapatkan hasil. Hasil belajar juga dimaknai sebagai tolak ukur keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Bentuk tes psikomotor diukur dengan teknik angket dan teknik observasi secara langsung yang dapat berupa tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja. Hasil belajar pada ranah terakhir ini tampak dalam bentuk diskusi dan kemampuan bertindak siswa.

C.RENCANA DAN PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dengan empat tahap seperti yang dijelaskan olej John Elliot dalam Muslihuddin (2011:129).























REFLEKSI
 







PELAKSANAAN
 












Oval: SIKLUS 2
PENGAMATAN
 



PERENCANAAN
 






REFLEKSI
 

 














DAFTAR PUSTAKA
Arif, AR.2012. Model — Model Pembelajaran [Online]. Tersedia: http://blogspot.com./ 2009/05. [8 Oktober 2012].

Basrowi & Siskandar. 2012. Evaluasi Belajar Berbasis Kinerja. Bandung: Karya Putra Darwati.

Darmadi, Hamid. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Depdiknas. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Hamdani. 2011. Strategi belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.

Iskandarwassid & Dadang Sunendar. 2010. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Rosda Karya.

Jensen, Eric. 2008. Brain-Based learning Pembelajaran Berbasis Kemampuan Otak Cara Baru dalam Pengajaran dan Pelatihan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

K. Given, Barbara. 2007. Brain-Based Teaching. Bandung: Mizan Pustaka.

Setyosari, Punaji. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencan.

Peraturan Pemerintah. 2005. Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Trianto. 2010. Pengantar Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan Profesi Pendidikan & Tenaga Kependidikan. Jakarta: Kencana.

Universitas Pendidikan Indonesia. 2011. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI.

Wahyuni, Sri & Syukur Ibrahim. 2012.. Asesmen Pembelajaran Bahasa. Malang: Aditama.

Tugino.        2011.      Menulis       Pantun       [Online].      Tersedia:      http://www.
Tugino230171.wordpress.com/ 2011/11/26. [4 November 2012].





PROPOSAL
 PENELITIAN TINDAKAN KELAS

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PANTUN
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
DALAM PEMBELAJARAN BERPIDATO

(Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas IX C  SMPN 2 Cipeundeuy
 Kabupaten Bandung Barat Tahun Pelajaran 2012/2013)

















Oleh : ENI HAAERINI, S.Pd.
NIP 197001211997022001




SMP NEGERI 2 CIPEUNDEUY
DESA NANGGELENG KECAMATAN CIPEUNDEUY
KABUPATEN BANDUNG BARAT
2013





No comments:

Post a Comment