PENGGUNAAN
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
DALAM MENULIS PANTUN
(PTK
pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas VII A
SMPN
2 Cipeundeuy Tahun 2010/2011)
Eni Haerini, S.Pd.
Alamat email: eni_haerini@ymail.com
ABSTRAK
Penguasaan
keterampilan menciptakan sebuah pantun merupakan esensi dari pembelajaran
menulis pantun. Oleh karena itu ketika ditemukan begitu banyak siswa kelas IX
yang tidak mampu membuat pantun padahal materi tersebut sudah dipelajari saat
mereka duduk di bangku kelas VII, maka penulis mencoba menerapkan model pembelajaran
Kooperatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII di tempat bertugas
yaitu SMPN 2 Cipeundeuy.
Alhamdulillah
dengan menggunakan teknik Number Head Together (NHT) dan Jigsaw yang
diawali dan diakhiri dengan tes berupa
pilihan ganda yang dilaksanakan melalui dua siklus, tujuan penelitian tercapai
berupa peningkatan hasil belajar yang terukur berupa nilai semua siswa yang
melampaui KKM (Kriteria Ketuntasan Belajar) dengan rata-rata
nilai 86,25 serta meningkatnya aktivitas siwa dalam mengikuti pembelajaran.
Namun
demikian, kiranya perlu dillakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan tes
berupa uraian karena dalam kehidupan sehari-hari pantun diciptakan tidak dengan
cara disediakan beberapa pilihan. Oleh karena itu sebaiknya model pembelajaran yang dipilih harus berbeda
karena pada siklus kedua yang menggunakan metode Jigsaw, penggunaan waktu tampak kurang efektif
Katakunci:
model kooperatif, hasil belajar, menulis pantun.
ABSTRACT
Mastery of
skills creates a rhyme is the essence of learning to write rhymes. Therefore,
when it was discovered that many students of class IX were not able to make the
rhymes when the material has been
studied as they sat on grade VII, the writer tries to apply the learning model
to improve Cooperative learning outcomes of students of class VII SMPN 2
Cipeundeuy.
Alhamdulillah by using Number
Head Together (NHT) and Jigsaw that begins and ends with a multiple choice test
be carried out through two cycles, the research goal is achieved by increasing
the measurable learning outcomes of all students in the form of value that goes
beyond KKM (mastery learning criteria) with the average The average value of
86.25 and the increased activity of students in participating in learning.
However, further research would need to be done using tests such as
essay because in everyday life rhymes
were created not by provided several options. Therefore, we recommend learning
model chosen should be different for the second cycle of the Jigsaw method less
effective in the use of time.
Keyword:
Cooperative learning,
outcomes, write rhymes
A.
PENDAHULUAN
Setiap
guru pasti pernah memiliki problematika dalam pembelajaran, seperti guru Bahasa
Indonesia. Pada umumnya, guru bahasa Indonesia banyak memiliki problematika
pada pembelajaran sastra. Guru Bahasa Indonesia seringkali menyiasatinya dengan
cara mengajarkan materi-materi sulit itu seadanya dan tidak peduli terhadap
hasil belajar siswa. Hal ini sebenarnya tidak boleh terjadi. Sebaiknya guru
Bahasa Indonesia belajar mencintai dunianya di sekolah dengan cara belajar.
Baik itu melalui membaca, berbagi ilmu dengan rekan kerja, mengikuti pelatihan,
atau melaksanakan penelitian tindakan kelas.
Melalui
usaha-usaha yang dilakukan dengan niat
ikhlas untuk ibadah, Insya Allah guru akan menjadi semakin hebat dari waktu ke
waktu. Ingatlah bahwa guru sebenarnya memiliki kewajiban untuk melaksanakan
pembelajaran benar-benar tepat sasaran. Hal ini seperti yang tercantum dalam
Peraturan Pemerintah nomor 19 pasal 19 ayat 3 tentang Standar Nasional
Pendidikan (SNP) bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Hal
itu berarti guru harus benar-benar pandai memilih model pembelajaran yang akan
dilaksanakan. Model pembelajaran yang dimaksud adalah bentuk pembelajaran yang
tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas
(Arif, 2012). Tentu saja model yang dipilih pun harus berkesesuaian dengan
materi pembelajaran serta siswa yang menjadi sasaran dari pembelajaran tersebut,
sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai tanpa harus remedial.
Melalui
pengamatan di lapangan, materi semudah apa pun akan tidak bermakna bagi siswa
jika tidak disampaikan dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat seperti
materi menulis pantun yang sesuai dengan syarat-syaratnya.Hal ini sesuai dengan
mengungkapkan bahwa sampai saat ini apa
yang diungkapkan sebagian besar siswa
masih mengalami kesulitan menulis pantun sesuai syarat-syaratnya. Siswa pun
merasa jenuh dan kesulitan dalam merangkai kata-kata sehingga sulit untuk
menyenangi pantun apalagi menciptakannya.
Hal
yang terjadi di lapangan pun begitu. Pada saat
penulis mengajarkan materi syair di kelas IX yang sering kali ditautkan
dengan pantun melihat sebuah problematika. Siswa kelas IX hanya satu atau dua
orang saja yang dapat menyebutkan ciri-ciri sebuah pantun. Itu pun biasanya
mereka hanya mampu menyebutkan sajaknya
saja yaitu a-b-a-b. Sedangkan untuk menciptakan pantun dengan serta merta tidak
ada yang pernah bisa padahal kompetensi dasar menulis pantun di SMP hanya
diberikan satu kali pada semester pertama di kelas VII, artinya bahwa
pembelajaran menulis pantun harus benar-benar dapat dirasakan oleh siswa
kebermaknaannya sehingga akan terlihat
dari perolehan nilai sebagai hasil belajarnya.
Berdasarkan
latar belakang itulah peneliti melakukan
penelitian tindakan kelas sebagai upaya unttuk memperbaiki pembelajaran dengan
judul “PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR SISWA KELAS VIIA SMPN 2 CIPEUNDEUY TAHUN 2010/2011”.
Berdasarkan latar belakang masalah yang
telah dikemukakan itu juga, penulis
merumuskan masalah penelitian sebagai berikut.: (1) Apakah model pembelajaran
kooperatif dapat menigkatkan hasil belajar siswa kelas VII SMPN 2 Cipeundeuy
Tahun 2010/2011 dalam menulis pantun?; (2) Seberapa besar peningkatan hasil
belajar siswa kelas VII SMPN 2 Cipeundeuy dalam menuulis pantun setelah
menggunakan model Pembelajaran Kooperatif?; dan (3) Bagaimana proses
peningkatan hasil belajar siswa kelas VII SMPN 2 Cipeundeuy dalam menulis
pantun sebelum dan sesudah menggunakan model Pembelajaran Kooperatif?
Sekaitan dengan rumusan masalahnya, penelitian
ini dilakukan untuk memecahkan problematika pembelajaran menulis pantun
sehingga hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah: (1) untuk mengukur
peningkatan hasil belajar siswa kelas VII SMPN 2 Cipeundeuy Tahun 2010/2011
dalam menulis pantun setelah menggunakan model Pembelajaran Kooperatif.; (2) untuk
mengetahui besarnya peningkatan hasil belajar siswa kelas VII SMPN 2 Cipeundeuy
Tahun 2010/2011 dalam menulis pantun setelah menggunakan model Pembelajaran
Kooperatif; dan (3) untuk mengetahui proses peningkatan hasil belajar siswa
kelas VII SMPN 2 Cipeundeuy dalam menulis pantun sebelum dan sesudah
menggunakan model Pembelajaran Kooperatif.
Ketiga
tujuan penelitian tersebut dapat diduga
keberhasilannaya melalui hipotesis penelitian. Oleh karena itu hipotesis
penelitian ini adalah “Terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaraan
kooperatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII SMPN 2 Cipeundeuy
tahun 2010/2011 alam menulis pantun.”
B. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian
tindakan kelas yang dilakukan merupakan sebuah penelitian tindakan kelas (PTK)
eksperimental, yaitu penelitian berupa penerapan model pembelajaran kooperatif yang
dianggap memiliki keunggulan tertentu sebagai upaya untuk mengatasi
problematika pembelajaran. Dengan PTK eksperimental diharapkan peneliti dapat
menentukan cara mana yang paling efektif dalam rangka untuk mencapai tujuan
(Muslihuddin, 2011:73).
Sumber
data penelitian diperoleh setelah melakukan proses pembelajaran selama 2
siklus. Data tersebut berupa nilai tes awal dan tes akhir dari kedua
siklus; angket observasi yang diisi oleh
para observer pada saat pelaksanaan pembelajaran; serta catatan refleksi dengan
para observer pada kedua siklus.
Penelitian
diawali dari sebuah fakta bahwa kelas IX SMPN 2 Cipeundeuy tahun 2010/2011
belum mampu memuat sebuah pantun dengan serta merta, bahkan menyebutkan
ciri-cirinya pun hanya satu dua siswa saja yang mampu. Kemudian berdasarkan
fakta tersebut, peneliti yang kebetulan juga pengajar di kelas VII, akhirnya
mencoba membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) menulis pantun dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif.
Pada
siklus pertama, pembelajaran dilaksanakan dalam sebuah Open Lesson yang
merupakan bagian dari program Lesson Study dengan peneliti sebagai guru
modelnya. Oleh karena itu observer dalam penelitian itu cukup banyak. Setelah diperoleh data berupa hasil pretes
dan postes yang dilakukan pada siklus pertama serta catatan refleksi pada
siklus pertama, peneliti membuat RPP ke-2 dengan memperbaiki langkah-langkah
pembelajaran RPP ke-1 serta mengganti media dan bentuk soal tes yang digunakan pada pelaksanaan
pembelajaran menulis pantun siklus pertama.
Pada
siklus ke-2 peneliti melaksanakan RPP ke-2 di kelas yang sama. Pelaksanaan
pembelajaran siklus ke-2 tidak lagi disertai observer yang banyak karena bukan
merupakan sebuah Open Lesson lagi. Observer pada siklus kedua hanya tiga orang
guru Bahasa Indonesia di SMPN 2 Cipeundeuy. Setelah melakukan refleksi
pembelajaran yang dibimbing oleh guru, siswa mengerjakan tes akhir.
Pada
ruangan tersendiri, peneliti dan observer mengevaluasi hasil pelaksanaan pembelajaran
dari data yang berupa nilai pretes dan postes serta lembar pengamatan
observasi.
Hasil
evaluasi menunjukkan sebuah keberhasilan dengan adanya peningkatan nilai postes
sehingga tidak lagi direncanakan sebuah pembelajaran baru sebagai siklus ke-3.
Hasil inilah yang kemudian dilaporkan sebagai hasil penelitian tindakan kelas.
C. HASIL PEMBAHASAN
Rusman
dalam Muslim (2012:208) mengungkapkan Pembelajaran Kooperatif adalah suatu
aktivitas pembelajaran yang menggunakan pola belajar siswa berkelompok untuk menjalin
kerja sama dan saling ketergantungan dalam struktur tugas, tujuan dan hadiah.
Model
pembelajaran Kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai sebuah model pembelajaran
seperti yang dikemukakan oleh Rusman (2012:136), yaitu:
(1) model pembelajaran kooperatif
dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran kooperatif kontruktivis. Hal ini
terlihat pada salah satu teori Vigotsky yakni penekanan pada hakekat
sosiokultural dari pembelajaran Rusman (2012:209); model pembelajaran
kooperatif memiliki misi untuk mencapai hasil belajar kompetensi akademik dan
mengembangkan kompetensi sosial siswa; (2) model pembelajaran kooperatif dapat
dijadikan perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas; (3) model pembelajaran
kooperatif memiliki langkah-langkah pembelajaran, memiliki prinsip-prinsip
reaksi, memiliki sistem sosial dan sistem pendukung; dan (4) model pembelajaran
kooperatif memiliki dampak berupa hasil belajar yang dapat diukur dan dampak
pengiring berupa hasil belajar jangka panjang.
Sementara
itu menulis berarti menyampaikan pikiran , perasaan, atau pertimbangan, melalui
tulisan dengan alatnya yang berupa kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan
wacana (Akip,2012). Sedangkan pantun terdiri atas kata-kata. Oleh karena itu berarti menulis pantun merupakan penyampaian
pikiran melalui tulisan yang berupa
pantun.
Puspita
Ninggrum dalam skripsinya (2011)
mengungkapkan bahwa sampai saat ini
sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan menulis pantun sesuai
syarat-syaratnya. Siswa pun merasa jenuh dan kesulitan dalam merangkai
kata-kata sehingga sulit untuk menyenangi pantun apalagi menciptakannya. Hal
tersebut teramati pula melalui pengamatan dalam sebuah program pembinaan profesi pendidik yaitu Lesson Studi.
Menulis pantun pun ternyata menjadi sebuah problematika pembelajaran sastra di
sekolah, padahal pantun kelak dapat digunakan mengutarakan kepentingan di dalam pergaulan
(Fenny,2009). Selain itu pantun
merupakan sastra Melayu yang sampai sekarang masih dikembangkan (Ayuna,2009)
sehingga sering dijadikan alat untuk berkomunikasi karena mampu mengetengahkan
aspirasi masyarakat dengan jelas (Kaskus, 2011).
Sebenarnya tidak banyak teori yang harus
dikuasai oleh siswa dalam pembelajaran yang kompetensi dasarnya menulis pantun
berdasarkan syarat-syaratnya. Hal ini seperti yang dikemukakan Soetarno
(1967:19) bahwa ciri-ciri sebuah pantun, yaitu: (1) tiap bait pantun terdiri
atas empat baris; (2) setiap baris terdiri atas delapan sampai dua belas suku
kata; (3) sajak akhirnya merupakan sajak silang a-b-a-b; dan (4) baris ke-1 dan
ke-2 merupakan sampiran sedangkan baris ke-3 dan ke-4 merupakan isi. Penjelasan
Soetarno itu menunjukkan bahwa teori pantun yang harus dikuasai siswa dalam
menulis pantun sesuai dengan syarat-syaratnya sangatlah sedikit.
Peneliti
akhirnya beranggapan bahwa problematika ini sebaiknya segera diselesaikan
melalui sebuah penelitian tindakan kelas. Model pembelajaran kooperatif yang memiliki
lima ciri sebagai sebuah model pembelajaran
diujicobakan dalam menyelesaikan problematika pembelajaran menulis
pantun di kelas VII SMPN 2 Cipeundeuy tahun 2010/2011 yang telah disebutkan
pada latar belakang masalah.
Akhirnya,
setelah proposal penelitian yang diajukan dapat diterima oleh kepala sekolah,
maka penulis mencoba membuat desain
pembelajaran kooperatif yang kemudian diterapkan pada pelaksanaan pembelajaran
menulis pantun di kelas VII A SMPN 2 Cipeundeuy tahun 2010/2011.
Pada siklus pertama hasil pretes menunjukkan
ketidakmampuan siswa kelas VII A dalam pembelajaran pantun. Hal ini tampak dari
hasil pretes yang menunjukkan tidak adanya nilai pretes siswa yang mencapai KKM
(kriteria ketuntasan minimal) kompetensi dasar yaitu 70. Rata-rata nilai pretes
hanya 40. Oleh karena itu peneliti berusaha seoptimal mungkin untuk menerapkan
model pembelajaran kooperatif dalam pelaksanaan pembelajaran menulis pantun
pada siklus pertama.
Pada
tahap apersepsi peneliti sebagai pengajar mengenalkan diri kepada siswa dengan
menggunakan sebuah pantun yang dinyanyikan. Kemudian pantun itu dituliskan oleh
salah seorang siswa. Secara individual siswa menjawab pertanyaan guru tentang
ciri-ciri yang terdapat pada pantun tersebut sehingga siswa melalui bantuan
guru mengukuhkan konsep dan syarat-syarat sebuah pantun.
Pada
pelaksanaan pembelajaran, peneliti yang berfungsi sebagai guru selalu
memberikan hadiah berupa bintang kepada siswa yang aktif bertanya, menjawab,
berkomentar, maupun membantu kelancaran pelaksanaan pembelajaran. Hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk memotivasi siswa agar ikut berpartisipasi aktif
dalam pembelajaran.
Melalui
teknik NHT (Number Head Together) siswa dikelompokkan untuk mengerjakan sebuah
tugas yaitu merangkai kata-kata yang disediakan hingga menjadi sebuah pantun. Setiap kelompok
berlomba untuk lebih cepat dalam menyelesaikan tugas tersebut karena mereka
yang paling cepat akan diberi hadiah dengan ketentuan bahwa kelompok yang salah
mengerjakan tugasnya mendapatkan sanksi.
Motivasi
untuk mendapatkan bintang dan hadiah akhirnya membuat siswa berusaha dengan
cepat untuk dapat menyelesaikan tugas mereka lebih cepat sehingga hampir
bersamaan mereka mengumpulkan pekerjaannya. Melalui teknik presentasi akhirnya teramati
hanya ada satu kelompok yang salah menyusun pantunnya. Hal itu ditunjukkan oleh
seorang siswa bernama Surya yang tergolong siswa nakal di SMPN 2 Cipeundeuy.
Munculnya
komentar siswa yang bernama Surya itu menarik perhatian siswa lain serta guru
SMPN 2 Cipeundeuy yang menjadi guru model atau pun observer. Oleh karena itu
Surya diminta ke depan kelas dan memperbaiki susunan pantun yang salah itu.
Dengan cepat surya dapat memperbaiki susunan pantun menjadi sempurna. Akhirnya
Surya mendapatkan bintang, sementara kelompok yang salah menyusun pantun diberi
sanksi harus menyanyikan lagu “Potong Bebek Angsa” gaya guru model. Dengan
perasaan senang, akhirnya mereka yang diberi sanksi bernyanyi sambil bergoyang.
Setelah
proses belajar mengajar berakhir, siswa merefleksi pembelajaran. Mereka
mengatakan senang mengikuti pembelajaran Karena disertai dengan nyanyian; sikap
guru yang ramah dan menyenangkan; terdapat bintang dan hadiah sebagai reward
serta mereka dapat berkomunikasi aktif dalam pembelajaran. Selain itu guru pun
mengarahkan siswa untuk memahami pentingnya pantun dalam kehidupan mereka
sekarang dan pada masa yang akan datang.
Sebagai
sesi penutup, siswa melaksanakan postes berupa pengisian soal pilihan ganda
yang berjumlah 10. Tentu saja soal-soal ini merupakan soal-soal pemahaman dalam
menentukan syarat-syarat pantun dan bagaimana maenyusun sebuah pantun utuh.
Penilaian pada tes akhir menunjukkan hasil belajar yang memuaskan. Dari 40
jumlah siswa dalam satu kelas, hanya 2 orang siswa yang memperoleh nilai 60.
Selebihnya diatas 70 dengan rincian: 4 siswa memperoleh nilai 100, 6 siswa
memperoleh 90, 20 siswa memperoleh nilai 80 dan 8 siswa memperoleh nilai 70.
Sehingga didapatkan bahwa nilai rata-ratanya yaitu 80,5.
Pada
sesi refleksi yang menjadi rangkaian dari Lesson study diperoleh beberapa
catatan yang harus diperhatikan oleh guru, yaitu: (1) guru harus memberikan waktu
kepada siswa untuk mencatat; (2) guru tidak boleh memperkenalkan diri dengan
menggunakan pantun yang akan membuat siswa ketakutan sebelum belajar karena
pada apersepsi guru memperkenalkan diri sebagai guru galak; (3) guru harus
menyediakan waktu untuk pembelajaran menciptakan pantun; (4) karena berlomba
ingin lebih cepat akhirnyadiskusi kelompok kurang tampak; dan (5) soal tes
seharusnya menyertakan perintah kepada siswa untuk menciptakan pantun.
Kelima
catatan tersebut dijadikan acuan untuk memperbaiki rencana pelaksanaan
pembelajaran untuk dilaksanakan pada siklus kedua. Pada apersepsi dilakukan
dengan pantun perkenalan dari guru yang tidak lagi menerangkan bahwa guru
memiliki karakter galak melainkan baik hati dan ramah. Seorang siswa
menciptakan pantun balasan bagi pantun perkenalan dari guru. Seorang siswa yang lain menuliskan pantun
berbalas tadi di papan tulis.
Selanjutnya
seluruh siswa dibagi menjadi 10 kelompok karena pembelajaran akan dilaksanakan
dengan menggunakan model Jigsaw, yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar
dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama
(Rusman, 2012:217).
Kemudian
siswa kembali menemukan ciri-ciri pantun yang terdapat pada pantun perkenalan
tersebut. Penemuannya didiskusikan dalam kelompok masing-masing. Seorang siswa dalam setiap kelompok bertugas untuk
menguasai ciri-ciri pantun, seorang yang lain bertugas menguasai bagaimana cara
mengetahui isi pantun, seorang lagi bertugas menguasai langkah-langkah
menciptakan pantun, sedangkan yang terakhir siswa bertugas membuat sebuah
pantun.
Siswa
bergabung dalam kelompok yang memiliki tugas yang sama. Kemudian mereka
berdiskusi tentang tugasnya. Masing-masing siswa mencatat kesimpulan diskusi
dalam kelompok besar itu. Setelah mereka membuat kesimpulan tentang materi yang
ditugaskan itu, akhirnya kembali kepada kelompok semula dengan membawa
perolehan berupa kesimpulan materi yang menjadi tugasnya.
Masing-masing
siswa melaporkan hasil perolehannya tersebut secara bergiliran. Sementara itu
siswa lain mengomentari sampai mereka memahami keseluruhan materi. Kemudian
mereka menyusun teori tentang pantun untuk dipresentasikan. Selama ada yang
presentasi, siswa lain harus memperhatikan sehingga akan dapat mengomentari
tampilan kelompok lain. Setelah mereka merasa cukup memahami teori pantun,
melalui bimbingan guru siswa mengukuhkan konsep dan menuliskannya pada buku
catatan.
Untuk
menguji pemahaman siswa tentang teori pantun yang telah dikukuhkan itu, siswa
diberi tugas membuat sebuah pantun secara bersama-sama dengan tema pilihan
kelompok mereka. Dengan diiming-imingi bintang dan hadiah, akhirnya semua
kelompok dapat menciptakan sebuah pantun dalam waktu yang tidak lama.
Masing-masing
perwakilan kelompok membacakan pantun ciptaannya. Sementara itu siswa yang
lain diminta untuk mengomentari.
Alhamdulillah pada tahap ini tidak ada satu kelompok pun yang salah dalam
menciptakan pantun. Untuk merayakan keberhasilan itu, guru mengajak siswa
bertepuk dengan semangat untuk mereka semua.
Sebelum
melakukan tes akhir, guru bersama siswa melakukan refleksi pembelajaran. Mereka
dirangsang untuk menyebutkan perasaan masing-masing pada proses pembelajaran berlangsung.
Selain itu mereka pun diarahkan untuk memaknai pantun sebagai karya sastra yang
bermanfaat sampai kapan pun.
Sebagai
akhir dari pembelajaran, guru melakukan evaluasi dengan tes akhir berupa soal
pilihan ganda yang jumlahnya 10. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap lembar
jawaban siswa, tampaklah bahwa pada tes tersebut diperoleh hasil yang memuaskan. Semua siswa
memperoleh nilai yang melebihi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu 70. 10
orang siswa memperoleh nilai 100, 10 siswa memperoleh nilai 90, 15 orang memperoleh nilai 80, dan sisanya 5
orang memperoleh nilai 70. Secara keseluruhan dapatlah dihitung bahwa nilai
rata-ratanya adalah 86,25.
Perolehan
rata-rata nilai itu merupakan sebuah peningkatan hasil belajar. Selain itu
aktivitas siswa lebih terlihat dalam diskusi kelompok maupun dalam mengomentari
presentasi kelompok lain karena mereka terlihat senang dikondisikan untuk
bersosialisasi dengan temannya. Hal ini menjadi salah satu keberhasilan yang
diharapkan oleh model pembelajaran Jigsaw. Rusman (2012:218) mengungkapkan
bahwa siswa yang terlibat di dalam pembelajaran model kooperatif akan
memperoleh prestasi lebih baik, mempunyai sikap yang lebih baik dan positif
terhadap pembelajaran, di samping saling menghargai perbedaan dan pendapat
orang lain.
Keberhasilan
pada siklus kedua itu dianggap sudah menjawab hipotesis penelitian yang telah
ditetapkan. Penelitian itu membuktikan bahwa terdapat pengaruh penggunaan model
pembelajaraan kooperatif terhadap peningkatan hasil belajar siswa kelas VIIA
SMPN 2 Cipeundeuy tahun 2010/2011 dalam menulis pantun.
D.
SIMPULAN
DAN SARAN
Model
pembelajaran kooperatif yang dikelola dengan baik ternyata mampu meningkatkan
hasil belajar siswa dalam menulis pantun yang sesuai dengan syarat-syaratnya.
Baik itu peningkatan yang diukur dengan nilai maupun peningkatan yang dilihat
melalui pengamatan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Pada
siklus ke-2 tampak peningkatan proses pembelajaran pada aktivitas siswa dalam
berdiskusi dan mengomentari hasil pekerjaan orang lain sehingga terilhat jelas
kebutuhan otak siswa yang berupa sistem
pembelajaran sosial terpenuhi. Siswa tampak memiliki sikap positif terhadap
guru, meningkatnya rasa percaya diri karena adanya penghargaan berupa bintang,
tumbuhnya motivasi intrinsik untuk melibatkan diri dalam pembelajaran, dan
meningkatnya taraf penalaran siswa. Tampak dari durasi siswa dalam mengomentari
presentasi temannya.
Selain
berdampak pada kemampuan siswa, dengan menerapkan model pembelajaran Kooperatif
guru sebagai peneliti semakin menyadari kekurangan dalam hal wawasan sehingga
menjadi berkeinginan untuk melanjutkan studi ke jenjang S2 yang kini sedang
ditempuh. Tentu saja dengan harapan bahwa akan semakin bertambahnya ilmu yang
dapat ditransferkan kelak kepada siswa maupun rekan-rekan sejawat, terutama di
wilayah gugus 03 Kabupaten Bandung Barat karena penulis diberi amanat oleh
rekan-rekan guru dalam wilayah itu menjadi ketua MGMP yang sering diharapkan
untuk memberikan penyegaran berupa ilmu pengetahuan baik mengenai pedagogik
maupun keprofesionalan.
Selain
kelebihan yang telah dijelaskan, PTK ini memiliki kelemahan yaitu penggunaan
bentuk soal tes yang berupa pilihan ganda. Pilihan ganda merupakan soal yang
mudah untuk ditebak oleh siswa. Jadi peneliti sendiri belum dapat memastikan apakah
akan terdapat peningkatan hasil belajar siswa jika tes berupa uraian? Oleh
karena itu PTK ini harus ditindaklanjuti dengan melakukan penelitian baru yang
menggunakan tes berupa uraian serta model pembelajaran yang bukan model
pembelajaran kooperatif, bahkan dapat juga penelitian lanjutan nanti
menggunakan kelas kontrol sebagai pembanding keberhasilan model yang
diujicobakan.
Berdasarkan
beberapa hal tersebut, melalui PTK ini penulis sebagai guru membuat kesimpulan
bahwa ternyata guru benar-benar berperan penting dalam
pelaksanaan pembelajaran. Oleh karena itu penulis menyarankan beberapa hal,
yaitu: (1) guru harus selalu menanamkan rasa ikhlas dan niat beribadah dalam
melaksanakan kewajiban sebagai pendidik, pelatih, maupun pengajar; (2) guru
harus selalu berusaha untuk menjadi pengganti orang tua bagi siswa pada saat
mereka berada di sekolah, sehingga apa pun yang terjadi dapat diselesaikan
dengan cara kekeluargaan yang penuh dengan keharmonisan; (3) guru harus
menyusun sebuah rencana pelaksanaan pembelajaran dengan baik dan terencana; (4)
guru harus mampu memilih dan memilah model pembelajaran yang efektif dan
efisien bagi siswa; (5) guru harus mampu mengkondisikan suasana pembelajaran
yang aktif, kreatif, menantang, dan menyenangkan bagi siswa. Oleh karena itu
bila diperlukan pemberian hadiah dapat dilakukan; (6) guru harus selalu
membandingkan kemampuan awal siswa dengan kemampuan akhir siswa dalam setiap
pembelajaran untuk mengukur keberhasilan sebuah pembelajaran; (7) refleksi
harus menjadi bagian dari setiap pembelajaran, karena hal ini dapat dijadikan
acuan untuk memperbaiki pembelajaran yang telah dilaksanakan sehingga pembelajaran
berikutnya akan lebih baik; dan (8) guru harus selalu berusaha menindaklanjuti
pembelajaran dengan membuat PTK agar terampil dalam menulis dan memiliki bukti
fisik tentang kinerjanya sehingga tidak pernah kekurangan dalam kredit poin
ketika akan mengusulkan kenaikan tingkat.
Apabila
guru dapat melaksanakan tugas-tugas
tersebut dengan baik, maka Penilaian Kinerja Guru (PKG) yang akan dilaksanakan
pada tahun 2013 tidak akan menjadi ‘hantu’ yang sangat menakutkan bagi guru. Guru
akan benar-benar siap dinilai oleh siapa pun, kapan pun, dan di mana pun. Oleh
karena itu marilah mencoba untuk berubah menjadi guru yang baik dengan tidak
menunggu lebih lama lagi. Renungkanlah apa yang selama ini kita lakukan dan
berubahlah sekarang jika itu harus dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, A. 2012. Model-model Pembelajaran [Online].
Tersedia: http:/blogspot.com/2009/05. [8 Oktober 2012].
Alimurni, S.
2012. Menulis Pantun yang Sesuai dengan Syarat-syarat
Pantun. [Online]. Tersedia: http:/ alimurniktm.wordpress.com./2009/04. [9
November 2012].
Ayuna. 2012. Belajar Menulis Pantun.html [Online].
Tersedia: http:/ dariayun.blogspot.com/2009/05. [9 November 2012].
Akip Effendy.
2012. Hakikat Ketrampilan Menulis
[Online]. Tersedia: http:/ blogspot.com./2012/03. [10 November 2012].
Fenny. 2012. Ciri dan Cara Menulis Pantun.html
[Online]. Tersedia: http:/bissastra.blogspot.com/2009/04. [10 Novemver 2012].
K. Given,
Barbara. 2007. Brain Based Teaching. Bandung:
Mizan Pustaka.
Kaskus. 2012. Sejarah Pantun dan Jenis-jenisnya.html
[Online]. Tersedia: http:/kaskus-forum.blogspot.com/2011/10. [12 November 2012]
Muslihuddin.
2009. Kiat Sukses Melakukan Penelitian
Tindakan Kelas & Sekolah. Bandung: Rizqi Press.
Ninggrum, Puspita. 2011. Efektivitas Media Permainan Kartu Domino
Pantun dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Siswa pada Pembelajaran Menulis
Pantun. Skripsi pada UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran. Jakarta: PT
Raja Prasindo Persada.
Soetarno. 1967. Sastra Melayu Lama. Surakarta: Widya
Duta.
No comments:
Post a Comment