Tweet |
“Dengan cacat pincangku ini, aku bertekad merebut surga…!”
Ia adalah ipar dari Abdullah bin Amr bin Haram,
kerana menjadi suami dari saudara perempuan Hindun binti Amar; Ibnul
Jamuh merupakan salah seorang tokoh penduduk Madinah dan salah seorang
pemimpin Bani Salamah…
Ia didahului masuk Islam oleh puteranya Mu’adz bin
Amr yang termasuk kelompok 70 peserta bai’at ‘Aqabah. Bersama
shahabatnya Mu’adz bin Jabal, Mu’adz bin Amr ini menyebarkan Agama Islam
di kalangan penduduk Madinah dengan keberanian luar biasa sebagai
layaknya pemuda Mu’min yang gagah perwira…
Telah menjadi kebiasaan bagi golongan bangsawan di
Madinah, menyediakan di rumah masing~masing salinan berhala-berhala
besar yang terdapat di tempat-tempat pemujaan umum yang dikunjungi oleh
orang banyak. Maka sesuai dengan kedudukannya sebagai seorang bangsawan
dan pemimpin Amru bin Jamuh juga mendirikan berhala di rumahnya yang
dinamakan Manaf.
Puteranya, Mu’adz bin Amr bersama temannya Mu’adz bin
Jabal telah bermufakat akan menjadikan berhala di rumah bapanya itu
sebagai barang permainan dan penghinaan. Di waktu malam mereka
menyelinap ke dalam rumah, lain mengambil berhala itu dan membuangnya ke
dalam lubang yang biasa digunakan manusia untuk membuang hajatnya.
Pagi harinya Amr tidak melihat Manaf berada di
tempatnya yang biasa, maka dicarinyalah berhala itu dan akhirnya
ditemukannya di tempat pembuangan hajat. Bukan main marahnya Amr, lalu
bentaknya: “Keparat siapa yang telah melakukan perbuatan durhaka
terhadap tuhan-tuhan kita malam tadi…?” Kemudian dicuci dan
dibersihkannya berhala itu dan dibelinya wangi-wangian.
Malam berikutnya, berdua Mu’adz bin Amr dan Mu’adz
bin Jabal memperlakukan berhala itu seperti pada malam sebelumnya.
Demikianlah pula pada malam-malam selanjutnya. Dan akhirnya setelah
merasa bosan, Amar mengambil pedangnya lalu menaruhnya di leher Manaf,
sambil berkata: ”Jika kamu betul-betul dapat memberikan kebaikan,
berusahalah untuk mempertahankan dirimu … !”
Pagi-pagi keesokan harinya Amr tidak menemukan
berhalanya di tempat biasa… tetapi ditemukannya di tempat pembuangan
hajat, dan tidak sendirian, berhala itu terikat bersama bangkai seekar
aniing dengan tali yang kuat. Selagi ia dalam kehairanan, kekecewaan
serta amarah, tiba-tiba datang lah ke tempatnya itu beberapa orang
bangsawan Madinah yang telah masuk Islam. Sambil menunjuk kepada berhala
yang tergeletak tidak berdaya dan terikat pada bangkai anjing itu,
mereka mengajak akal budi dan hati nurani Amr bin Jamuh untuk berdialog
serta membeberkan kepadanya perihal Tuhan yang sesungguhnya, Yang Maha
Agung lagi Maha Tinggi, yang tidak satu pun yang menyamai-Nya. Begitupun
tentang Muhammad saw, orang yang jujur dan terpercaya, yang muncul di
arena kehidupan ini untuk memberi bukan untuk menerima, untuk memberi
petunjuk dan bukan untuk menyesatkan. Dan mengenai Agama Islam yang
datang untuk membebaskan manusia dari belenggu segala macam belenggu dan
menghidupkan pada mereka ruh Allah serta menerangi dalam hati mereka
dengan cahaya-Nya.
Maka dalam beberapa saat, Amr telah menemukan diri
dan harapannya… Beberapa saat kemudian ia pergi, dibersihkahnya pakaian
dan badannya lalu memakai minyak wangi dan merapikan diri, kemudian
dengan kening tegak dan jiwa bersinar ia pergi untuk bai’at kepada Nabi
terakhir, dan menempati kedudukannya di barisan orang-orang beriman.
Mungkin ada yang bertanya, kenapa orang-orang seperti
Amr ibnul Jamuh, yang merupakan pemimpin dan bangsawan di kalangan suku
bangsanya, kenapa mereka sampai mempercayai berhala-berhala itu
sedemikian rupa? Kenapa akal fikiran mereka tak dapat menghindarkan diri
dari kekebalan dan ketololan itu? Dan kenapa sekarang ini, setelah
mereka menganut Islam dan memberikan pengorbanan, kita menganggap mereka
sebagai orang-orang besar?
Di masa sekarang ini, pertanyaan seperti itu mudah
saja timbul, kerana bagi anak kecil sekalipun tak masuk dalam akalnya
akan mendirikan di rumahnya barang yang terbuat dari kayu lalu
disembahnya, walaupun masih ada para ilmuwan yang menyembah patung.
Tetapi di zaman yang silam,
kecenderungan-kecenderungan manusia terbuka luas untuk menerima
perbuatan-perbuatan aneh seperti itu di mana kecerdasan dan daya fikir
mereka tiada berdaya menghadapi arus tradisi kuno tersebut.
Sebagai contoh dapat kita kemukakan di sini, Athena.
Yakni Athena di masa Perikles, Pythagoras dan Socrates! Athena yang
telah mencapai tingkat berfikir yang menakjubkan, tetapi seluruh
penduduknya, baik para filosof, tokoh-tokoh pemerintahan sampai kepada
rakyat biasa, mempercayai patung-patung yang dipahat, dan memujanya
sampai taraf yang amat hina dan memalukan! Sebabnya ialah kerana rasa
keagamaan di masa-masa yang telah jauh berselang itu tidak mencapai
garis yang sejajar dengan ketinggian alam fikiran mereka.
Amr ibnul Jamuh telah menyerahkan hati dan hidupnya
kepada Allah Rabbul-Alamin. Dan walaupun dari semula ia telah berbai’at
pemurah dan dermawan, tetapi Islam telah melipatgandakan kedermawanannya
ini, hingga seluruh harta kakayaannya diserahkannya untuk Agama dan
kawan-kawan seperjuangannya.
Pernah Rasulullah saw menanyakan kepada segolongan
Bani Salamah iaitu suku Amr ibnul Jamuh, katanya: “Siapakah yang menjadi
pemimpin kalian, hai Bani Salamah?” Ujar mereka: “Al-Jaddu bin Qeis,
hanya sayang ia kikir…”. Maka sabda Rasulullah pula: “Apa lagi penyakit
yang lebih parah dari kikir! Kalau begitu pemimpin kalian ialah si Putih
Keriting, Amr ibnul Jamuh…!” Demikianlah kesaksian dari Rasulullah saw
ini merupakan penghormatan besar bagi Amr! Dan mengenai ini seorang
penyair Anshar pernah berpantun:
“Amr ibnul Jamuh membiarkan kedermawanannya
merajalela, dan memang wajar, bila ia dibiarkan berkuasa, jika datang
permintaan, dilepasnya kendali hartanya, silakan ambil, ujarnya, kerana
esok ia akan kembali, berlipat ganda!”
Dan sebagaimana ia dermawan membaktikan hartanya di
jalan Allah, maka Amr ibnul Jamuh tak ingin sifat pemurahnya akan kurang
dalam menyerahkan jiwa raganya! Tetapi betapa caranya? Kakinya yang
pincang menjadi penghadang badannya untuk ikut dalam peperangan. Ia
mempunyai empat orang putera, semuanya beragama islam dan semuanya
satria bagaikan singa, dan ikut bersama Nabi saw dalam setiap peperangan
serta tabah dalam menunaikan tugas perjuangan.
Amr telah berketetapan hati dan telah menyiapkan
peralatannya untuk turut dalam perang Badar, tetapi putera-puteranya
memohon kepada Nabi agar ia mengurungkan maksudnya dengan kesedaran
sendiri, atau bila terpaksa dengan larangan dari Nabi.
Nabi pun menyampaikan kepada Amr bahawa Islam
membebaskan dirinya dari kewajiban perang, dengan alasan ketidakmampuan
disebabkan cacat kakinya yang berat itu. Tetapi ia tetap mendesak dan
minta diizinkan, hingga Rasulullah terpaksa mengeluarkan perintah agar
ia tetap tinggal di Madinah.
Kemudian datanglah Masanya perang Uhud. Amr lalu
pergi menemui Nabi saw, memohon kepadanya agar diizinkan turut, katanya:
“Ya Rasulallah, putera-puteraku bermaksud hendak menghalangiku pergi
bertempur bersama anda. Demi Allah, aku amat berharap kiranya dengan
kepincanganku ini aku dapat merebut syurga!”
Kerana permintaannya yang amat sangat, Nabi saw
memberinya izin untuk turut. Maka diambilnya alat-alat senjatanya, dan
dengan hati yang diliputi oleh rasa puas dan gembira, ia berjalan
berjingkat-jingkat. Dan dengan suara beriba-iba ia memohon kepada Allah:
“Ya Allah, berilah aku kesempatan untuk menemui syahid, dan janganlah
aku dikembalikan kepada keluargaku!”
Dan kedua pasukan pun bertemulah di hari uhud itu.
Amr ibnul Jamuh bersama keempat putranya maju ke depan menebaskan
pedangnya kepada tentara penyeru kesesatan dan pasukan syirik.
Di tengah-tengah pertarungan yang hiruk-pikuk itu Amr
melompat dan bersijingkat, dan sekali lompat pedangnya menyambar satu
kepala dari kepala-kepala orang musyrik. Ia terus melepaskan
pukulan-pukulan pedangnya ke kiri ke kanan dengan tangan kanannya,
sambil menengok ke sekelilingnya, seolah-olah mengharapkan kedatangan
Malaikat dengan secepatnya yang akan menemani dan mengawalnya masuk
syurga.
Memang, ia telah memohon kepada Tuhannya agar diberi
syahid dan ia yakin bahawa Allah swt pastilah akan mengabulkannya. Dan
ia rindu, amat rindu sekali akan berjingkat dengan kakinya yang pincang
itu dalam syurga, agar ahli syurga itu sama mengetahui bahawa Muhammad
Rasulullah saw itu tahu bagaimana caranya memilih shahabat dan bagaimana
pula mendidik dan menempa manusia.
Dan apa yang ditunggu-tunggunya itu pun tibalah,
suatu pukulan pedang yang berkelebat, memaklumkan datangnya saat
keberangkatan, yakni keberangkatan seorang syahid yang mulia, menuju
syurga jannatul khuldi, syurga Firdausi yang abadi!
Dan tatkala Kaum Muslimin memakamkan para syuhada mereka, Rasulullah saw mengeluarkan perintah:
“Perhatikan, tanamkanlah jasad Abdullah bin Amr bin
Haram dan Amr ibnul Jamuh di makam yang satu, kerana selagi hidup mereka
adalah dua orang shahabat yang setia dan saling menyayangi!”
Kedua shahabat yang saling menyayangi dan telah
menemui syahid itu dikuburkan dalam sebuah makam, yakni dalam pangkuan
tanah yang menyambut jasad mereka yang suci setelah menyaksikan
kepahlawanan mereka yang luar biasa.
Dan setelah waktu berlalu selama 46 tahun di
pemakaman dan penyatuan mereka, datanglah banjir besar yang melanda dan
menggenangi tanah pekuburan disebabkan digalinya sebuah mata air yang
dialirkan Muswiyah melalui tempat itu. Kaum Muslimin pun segera
memindahkan kerangka para syuhada.
Kiranya mereka sebagai dilukiskan oleh orang-orang
yang ikut memindahkan mereka: “Jasad mereka menjadi lembut, dan
hujung-hujung anggota tuhuh mereka jadi melengkung!”
Ketika itu Jabir bin Abdullah masih hidup. Maka
bersama keluarganya ia pergi memindahkan kerangka bapanya Abdullah bin
Amr bin Haram serta kerangka bapa kecilnya Amr ibnul Jamuh… Kiranya
mereka dapati kedua mereka dalam kubur seolah-olah sedang tidur nyenyak.
Tak sedikit pun tubuh mereka dimakan tanah, dan dari kedua bibir
masing-masing belum hilang senyuman manis alamat redha dan bangga yang
telah terlukis semenjak mereka dipanggil untuk menemui Allah dulu.
Apakah anda sekalian merasa hairan? Tidak, janganlah
merasa hairan! Kerana jiwa-jiwa besar yang suci lagi bertaqwa, yang
mampu mengendalikan arah tujuan hidupnya, membuat tubuh-tubuh kasar yang
menjadi tempat kediamannya, memiliki semacam ketahanan yang dapat
menangkis sebab-sebab kelapukan dan mengatasi bencana-bencana tanah.
Sumber : Buku Rijal Haular Rasul (Khalid Muh.Khalid)
No comments:
Post a Comment