40 TAHUN BELAJAR DIAM

Beberapa Ulama berkumpul bersama Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Salah satu ulama berkata kepada sang Khalifah," Diam karena Ilmu, sperti orang yang berbicara karena ilmu. "Kemudian Umar bin Abdul Aziz menanggapi," kalau aku menilai, orang yang berbicara karena ilmu lebih baik keadaannya di hari Kiamat karena manfaat yang diberikan kepada manusia. Sedangkan diam hanya bermanfaat bagi diri sendiri.

Ulama tersebut pun membalas dengan bertanya, " Wahai Amirul Mukminin, bagaimana dengan bencana orang yang berbicara?" Mendengar pernyataan tersebut Umar bin Abdul Aziz menangis tersedu-sedu.

Terkadang kita memang perlu bicara, ketika ada kebaikan yang diperoleh. Namun dikesempatan lain kita perlu diam, jika kebaikan bisa diperoleh dengan cara menahan bicara. Hingga kedua-duanya, baik diam atau berbicara memiliki derajat kebaikan yang sama jika bermanfaat.

Namun, jikalau ditinjau dari segi keburukan, diam lebih kecil keburukannya daripada yang ditimbulkan lantaran  ucapan. Abu Nu'aim meriwayatkan perkataan ahli hikmah," Aku tidak menyesal terhadap apa yang tidak aku katakan. Namun, aku menyesal terhadap apa yang telah aku katakan."

Sebab itu Rasulluloh SAW banyak memilih diam dibanding berbicara. Dalam sebuah hadist disebutkan," Rasulluloh SAW banyak memilih diam." (Riwayat At-Thayalisi, Al-Haitsami menyatakan bahwa perawinya tsiqah).

Islam sendiri hanya memberikan dua pilihan terhadap lisan, yakni berkata dengan perkataan baik atau diam. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulluloh SAW," Barang siapa beriman kepada Alloh SWT  dan hari akhir hendaknya berkata baik atau diam." (Riwayat Muslim)

Dalam kitab Al-Adzkar, imam As-Syafi'i berkata," Jika seseorang ragu2 apakah perkataanya mengandung kebaikan atau tidak, maka ia tidak perlu berbicara sampai nampak kepadanya kebaikan itu."

Sehingga seorang mukmin akan berpikir dulu sebelum berbicara dan bukannya berbicara baru berpikir, karena hal yang demikian tidak ada gunanya.

Tepatlah apa yang disampaikan oleh Imam Hasan Al Bashri," Lisannya ahli kikmah berada di belakang hatinya. Jika ia hendak berkata, maka di kontrol oleh hatinya. Jika hati setuju, maka lisan berucap. Sedangkan orang bodoh, hatinya berada di pihak lisannya. Apa yang dikatakan lisan terlewat oleh hati. (Riwayat Ahmad)

Sumber : Suara Hidayatullah

No comments:

Post a Comment